Selama 9 bulan aku berada di tempat itu. Tempat seperti kolam renang, aku seperti mengapung di dalamnya. Tiga lapis dinding tipis seperti melindungi tubuhku yang masih sangat lunak. Meski tempat itu tidak besar, tapi aku merasakan begitu hangat dan nyaman berada di dalamnya.
Malam itu Ibu mulai gelisah karena perutnya yang makin membesar. Itu karena aku terus bertumbuh di dalamnya. Aku pun merasakan kegelisahan itu, berbalik ke kanan dan ke kiri. Kuikuti arah kemana Ibu menggerakkanku. Ia tak bisa tidur pulas.
Tiba-tiba Ibu sedikit merintih. Ia membangunkan Ayah. Ia merasakan perutnya sakit. Dalam kesakitannya, tak henti ia memegangi perutnya. Di dalam aku mencoba memberi tahu Ibu bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Ayah membawa Ibu dan aku ke rumah sakit. Segera Ibu ditangani oleh beberapa wanita berbaju putih. Salah satu dari mereka memeriksa keadaan Ibu dan melihat keadaanku juga. Rasa sakit Ibu perlahan mulai hilang. Keadaan menjadi sedikit tenang. Karena Ibu sangat kelelahan, ia berbaring se-rileks mungkin dengan terus membelaiku. Kemudian ia memejamkan matanya, dan tertidur.
Pagi-pagi Ibu sudah bangun. Ia berjalan mengelilingi taman, menginjak kerikil kecil tanpa alas kaki sambil menikmati hangatnya mentari pagi yang menghangatkan aku dan Ibu. Tak lama kemudian Ibu merintih kesakitan lagi. Namun kali ini ia seperti merasakan sakit yang luar biasa. Lagi, aku mencoba berusaha memberi tahu Ibu bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Kami langsung dibawa ke ruangan yang sepi dan hanya ada beberapa orang. Tiba-tiba kolam renangku kering. Aku tak bisa lagi mengapung. Aku tak bisa bergerak lagi. Ke arah mana pun aku terjepit. Dindingnya semakin ketat dan ketat. Di dalam aku mendengar Ibu terus merintih kesakitan dan berteriak. Sesekali aku juga mendengar Ibu melafalkan suatu bacaan. Sementara itu, aku diremas begitu ketat, sehingga pikirku, tulang-tulangku akan remuk. Tak lama kemudian remasannya mulai mendorongku turun melalui sebuah lorong sempit. Turun dan semakin sempit, semakin ketat, dan terus turun, sampai akhirnya aku melihat sesuatu yang sangat terang. Saking terangnya sampai menyakitkan mataku dan aku menangis dengan suara nyaring memecah ketegangan suasana di ruangan itu.
Orang di sekeliling Ibu mengucap lafal Maha Suci Allah dan bersyukur karena aku dan Ibu berhasil berjuang bersama-sama. Seseorang membersihkan mulutku dan badanku, lalu membungkusku dengan selimut putih yang lembut. Ayah menggendongku dan membisikkan sesuatu ke telingaku. Kemudian ia menelungkupkanku di atas badan Ibu yang masih sangat lemah, namun terlihat sangat bahagia ketika aku berada di pelukannya.
Semua orang menyambut kedatanganku. Mereka mengucapkan selamat datang di dunia. Doa-doa terbaik dipanjatkan untuk kesempurnaan hidupku saat ini sampai seterusnya.
Two thumbs up for you…!
Terima kasih Umm Ibrahim Baedhawi 🙂