Diary klub membaca anak; membaca tokoh idola anak.
Sabtu, 14 Mei 2016. Ini adalah pertemuan Reading Club terakhir di semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Saya memberi anak-anak selembar kertas yang berisi tentang pahlawan cilik pada zaman Rasulullah yaitu Rafi bin Khadij dan Samurah bin Jundub. Mereka adalah dua pemuda berani yang membantu Rasulullah dalam perang uhud. Rafi memiliki keahlian dalam memanah, sedangkan Samurah memiliki perawakan yang besar dan pemberani hingga ia tak takut melawan musuh.
Anak-anak membaca 2 tokoh ini, setelah itu saya meminta mereka untuk menulis tokoh yang memberi sesuatu yang baik dalam hidup mereka. Nampaknya itu pekerjaan yang mudah. Namun anak-anak sungguh merasa sulit ketika harus menuliskannya di atas kertas. Untuk bercerita dan berbicara tentang apapun mulut mereka seakan tak bisa berhenti, tapi untuk menulis mereka bisu seribu bahasa. 😀
Beberapa menit mereka masih bingung harus menulis apa dan mulai dari mana meskipun semua itu sudah ada di kepala mereka. Saya katakan pada mereka bahwa mereka boleh menulis apapun tentang tokoh idola mereka.
Untuk menulis sesuatu, mereka hanya harus menulis pembuka, isi, dan penutup. Kata-kata itu seperti tak bisa membantu mereka memulai menulis kata pertama. Dan demi memudahkan dan melancarkan pekerjaan mereka saya tidak memberi aturan apapun. Yang penting mereka menulis, itu saja dulu.
Akhirnya dalam waktu 30 menit anak-anak menyelesaikan tulisan mereka. Oleh karena saya tidak memberi mereka aturan, tulisan mereka pun sangat tidak beraturan dan tak sesuai dengan EYD. Tak apa. Saya katakan pada mereka bahwa mereka sudah melalukan pekerjaan sangat baik.
Hampir semua anak menulis tentang ibu dan nabi Muhammad sebagai idola untuk hidup mereka. Namun ada 1 tulisan dengan tokoh yang berbeda. Tulisan ini ditulis oleh Rafha. Ia menulis:
“The Karate Kid. Saya paling suka tokoh Xiao Dre. Dia membuat saya menjadi pantang menyerah dan mengajari saya bahwa untuk bisa bela diri itu dengan latihan, bukan langsung bisa bela diri. Dan pada saat turnamen bela diri, kalah atau menang tidak penting, tetapi kita bisa memilih untuk bangkit atau tidak. Dalam hal bela diri, pantang menyerah itu bagus. Tapi jika kalah turnamen bela diri yang penting kita bisa mengambil banyak pengalaman dan bisa bergaul dengan orang lain.”
Dengan memberi contoh 2 tokoh pemuda islam di atas, siapapun tokoh idola mereka, saya berharap mereka bisa menjadi diri mereka sendiri, memiliki pribadi yang cakap, dan bermanfaat untuk orang lain.