Turtles Can Fly (2005)

Turtles Can Fly merupakan film drama perang pada rezim Saddam Husein. Film ini adalah film pertama yang dibuat di Iraq setelah jatuhnya Saddam Husein. Namun yang membuat film ini adalah orang Iran yang juga bersuku Kurdi.  Mengisahkan tentang kepiluan anak-anak pengungsi yang tinggal di perbatasan Iraq – Turki. Seorang anak laki-laki 13 tahun yang dipanggil Satelite (Soran Ebrahim) memimpin para pengungsi terutama anak-anak. Ia dianggap memiliki beberapa kemampuan, diantaranya: memperbaiki dan memasang antena untuk mendapatkan berita, ia juga mampu berbicara bahasa Inggris walau hanya sedikit. Ia memiliki 2 sahabat yang sangat setia, Pashow dan Shirkooh. Meskipun Pashow hanya memiliki 1 kaki (benar-benar cacat) dan menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan, namun ia adalah anak laki-laki yang kuat dan cekatan. Satelite jatuh cinta pada gadis yatim piatu Agrin (Avaz Latif), yang memiliki saudara laki-laki  Hengov (Hiresh Feysal Rahman), dan anak kecil buta yang selalu mereka gendong, Riga (Abdol Rahman Karim). Agrin berasal dari kota Halabcheh. Karena perang ia memiliki masa lalu yang kelam. Hengov tak memiliki tangan karena ranjau darat, hanya lengan yang tersisa, tapi ia mampu meramal masa depan. Sedangkan Riga adalah anak Agrin hasil perkosaan tentara Saddam. Agrin yang ‘dingin’ tak pernah membalas cinta Satelite walaupun ia akan melakukan apa saja untuknya. Usaha Satelite selalu gagal mendapatkan hati dan perhatian dari Agrin. Meskipun begitu, Satelite tetap melakukan tugas-tugasnya sebagai pemimpin anak-anak di pengungsian tersebut.

Film ini membawa saya bisa merasakan bagaimana tinggal di pengungsian yang sangat mencekam dengan ranjau darat yang ada dimana-mana dan bisa meledak kapanpun jika kaki menginjaknya. Juga kepiluan Agrin di usia yang sangat muda sudah dibebankan dengan memiliki anak, buta pula. Dalam keputusasaannya, tak ada harapan, juga orangtua/dewasa yang memberinya kekuatan atau nasehat,  Agrin menjatuhkan diri dari atas bukit setelah membunuh Riga, dan sebelumnya sudah berkali-kali membuang Riga agar diambil atau dipelihara oleh orang lain. Sangat memilukan dan menyayat hati.

Turtles Can Fly merupakan film dengan cerita yang sangat sederhana. Namun secara psikologi film ini memberikan dampak psikologis yang mendalam. Meskipun film ini dibintangi oleh anak-anak (anak-anak yang hebat dan istimewa) dan tidak ada kekerasan di dalamnya, namun film ini bukan diperuntukkan untuk anak-anak. Cerita yang disajikan seolah memberi pesan pada penoton (orang dewasa) bahwa:

Perang (apapun bentuknya) akan selalu berdampak buruk, terutama bagi anak-anak yang tak berdosa dan tak mengerti apa-apa.”

Nilai: 4/5

Leave a Reply

Next Post

Robert and The Toymaker (2017)

Thu Nov 23 , 2017
Robert and The Toymaker merupakan film horor Inggris, sekuel dari film Robert (2015) dan The Curse of Robert (2016). Film yang ditulis ber-setting di Jerman 1941 ini mengisahkan tentang Kolonel Nazi yang mencari sebuah buku mistikal yang dibawa oleh seseorang. Cerita berawal dari kolonel Ludolf Von Alvensleben dan 2 anak […]

Kamu mungkin suka