Insiden semalam membuat Sasa dan Seril tak masuk sekolah hari ini. Mereka berdua harus berbaring di kasur untuk memulihkan keadaan. Beruntung tak ada sesuatu yang serius yang terjadi pada mereka. Seril hanya mengalami sedikit pusing sesekali saja, sedangkan tangan kanan Sasa memar sedikit di bagian dekat pergelangan tangannya juga sedikit terkilir.
“Kak Sasa, kepalaku pusing.” Seril mengeluh untuk kesekian kalinya pada Sasa hanya untuk mencari perhatian kakaknya.
Ipad tak lepas dari tangan Seril selama ia berada di tempat tidur.
“Matamu tuh dari tadi nggak berenti melototin cowok-cowok cantik itu.”
“Daripada kamu, dari tadi baca buku Dork Dairies yang nggak jelas itu.”
“Aku nggak ngerti deh kenapa kamu dan remaja lainnya suka banget sama K-pop?” Tanya Sasa dengan serius sambil menutup bukunya. “Apa yang kamu dapetin dari mereka? Kamu ngerti isi lagu-lagu mereka? Atau apa hal yang bisa kamu pelajari dari mereka?” Sasa mulai mengkritisi sesuatu yang ia pikir tak masuk akal. Juga rasa ingin tahunya kumat.
Meskipun usia Sasa baru 14 tahun, tapi cara pikir dan nalarnya sudah sangat jauh jangkauannya. Ia selalu melihat segala sesuatu dengan lebih dalam. Beda dengan adiknya yang mudah sekali tergila-gila dengan sesuatu yang sedang booming dan bisa berubah-ubah dengan cepat, tapi Sasa cenderung tak terlalu berlebihan ketika menyukai sesuatu dan lebih masuk akal dalam tindakan dan kata-kata. Pada dasarnya, ia adalah gadis yang ingin tahu dan belajar banyak hal. Jika ia sedang mengerjakan sesuatu dan belum menemukan jawaban yang jelas dan terang baginya, ia akan terus mencari tahu sampai dapat.
“Aku juga nggak ngerti kenapa kamu bisa seneng banget pas kecipratan air yang disiram salah satu anggota boyband itu ke penonton. Cuma air putih biasa aja kok kamu bisa bangga dan seneng gitu sih, Ril!?” Sasa masih melanjutkan keheranannya.
“Nih kamu tonton deh video -video mereka.” Balas Seril sambil menunjukkan video yang sedang ia putar. “Gaya mereka tuh keren, stylish, dance mereka juga Ok banget. Di setiap performa mereka selalu tampil sempurna.”
“Iya terus efek ke kamu apa?” Sasa mencecar.
“Aku belajar tulisan dan bahasa Korea. Sedikit dikit aku udah bisa. Dan kamu tau itu kan?!” Jawab Seril bangga.
“Gimana dengan kasus bunuh diri yang udah dilakukan beberapa artis Korea?” Pertanyaan Sasa masih berlanjut. “Kamu tau kan, Pak Arif guru agama kita bilang bunuh diri itu dilarang agama?! Dan gimana kalo para penggemar mereka ngikutin ngelakuin bunuh diri kalo nggak bisa menyelesaikan masalah?!” Kata-kata Sasa makin mendalam.
“Yah kalo itu sih tergantung individual mereka masing-masing. Yang penting selama kita masih punya agama dan pegangan, kita akan berpikir panjang untuk melakukan hal itu.” Seril menjawab secara diplomatis.
“Terus …..”
“Aaaah udah deh Kak Sasa!” Seril menghentikan kata-kata yang belum diselesaikan kakaknya. “Pusing ku jadi nggak ilang ilang nih.”
Istirahat yang seharusnya membuat mereka rileks, tapi justru menjadi suatu perbincangan yang berat cuma gara-gara keingintahuan Sasa tentang K-pop-ers alias para penggemar K-pop.
“Mbak Nuuuun, tolong bikinin aku Milo dingin dong!” Pinta Seril pada Mbak Nun.
“Iya bentar ya, Dek. Aku lagi goreng lele, nanggung, takut gosong.”
Telepon selular Sasa berbunyi.
“Iya, Bun. Tanganku udah nggak terlalu sakit kok.”
“Kepalaku masih pusing, Bun.” Kata Seril menyambar telepon yang sedang dipegang Sasa.
“Ok, Bun. Love you, Bun.” Seru Seril di ujung telepon mengakhiri pembicaraan.
Sasa melanjutkan membaca buku Dorky Diaries-nya.
“Kak, tadi kata Bunda aku nggak perlu nemenin kamu belajar lagi 2 hari ke depan.”
“Ok Ok, karena aku adalah kakak yang baik hati dan tidak kejam pada adik, kamu aku bebaskan dari kesepakatan yang kedua?”
“Yang kedua? Emang yang pertama apa?”
“Jangan pura-pura lupa deh, Ril. Yang pertama itu kamu harus kasih setengah uang jajanmu ke aku. Ya kan?”
“Ah Kak Sasa.”
Seril cemberut, lalu menarik selimut menutupi semua tubuhnya.
***
Baca cerita sebelumnya Tragedi Squishy
Bace cerita selanjutnya Carat Bong