Where I Belong merupakan film drama Jepang yang rilis pada 4 Maret 2017. Judul asli film ini adalah Shabon Dama yang artinya gelembung sabun. Namun jauh berbeda dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris menjadi Where I Belong. Asumsi saya setelah menonton film ini, judul Where I Belong mengacu pada keseluruhan cerita Shabon Dama.
Film Shabon Dama diangkat dari novel yang ditulis oleh Asha Nonami. Shabon Dama disutradarai dan ditulis oleh Shinji Azuma.
Film ini menceritakan tentang seorang pemuda, Izumi (Kento Hayashi), yang pekerjaannya merampok dan menodong para wanita dan orangtua. Pada saat melarikan dari kejaran polisi ke desa Miyazaki, ia bertemu seorang nenek, Suma (Etsuko Ichihara), yang sedang terluka dan memerlukan bantuannya. Izumi membantu dan membawa nenek Suma ke rumahnya. Dari kebaikan dan hangatnya nenek Suma memperlakukan Izumi di rumahnya, kehidupan Izumi berubah sedikit demi sedikit menjadi manusia yang lebih baik.
Jalan cerita Shabon Dama sangat sederhana. Melihat jalan cerita tersebut, tentunya konflik yang ada dalam film ini pastinya biasa saja. Meskipun begitu, ide ceritanya sangat menarik bagi saya. Di menit-menit awal menonton film ini, saya hampir menyudahinya karena jalan cerita terasa agak lama dan membosankan. Penonton hanya disajikan adegan Izumi yang kerjanya hanya makan, tidur, mandi, merokok, melamun dan 3 nenek-nenek yang berkumpul membawa makanan masing-masing untuk dimakan bersama di rumah nenek Suma sambil bercerita dan tertawa kecil.
Namun ketika muncul satu karakter kakek Shige (Katshuhiko Watabiki), jalan ceritanya mulai kelihatan. Perlahan, kakek Shige merubah kehidupan Izumi. Ia menawarkan sebuah pekerjaan dan memaksa Izumi bekerja dengan keras dan disiplin. Izumi juga harus bekerja keras melawan hasrat mencuri dan melarikan diri yang kadang-kadang muncul di benaknya dan ingin ia lakukan. Sebanyak dua atau tiga kali ia mengatakan:
Jika terus-terussan ingin melarikan diri dari kehidupan, sisa hidupmu akan sia-sia.”
Barangkali film ini tidak menonjolkan jalan cerita dan konflik yang tajam dan rumit. Namun menurut saya, film ini ingin menunjukkan sisi sinematografi yang cantik dan indahnya pengunungan Miyazaki, juga hangat dan ramahnya orang-orang yang tinggal di desa tersebut. Gambar lereng bukit, pesawahan, air terjun, pegunungan, dan awan disajikan dengan sangat amat mempesona dalam film ini.
Setiap menonton film, saya selalu menghubungkan judul film dengan isi cerita. Begitu pula dengan film ini. Sepanjang menonton, saya bertanya-tanya apa relevansi Shabon Dama atau Gelembung Sabun dengan isi cerita. Hal itu terjawab di pertengahan cerita pada saat Izumi bertemu dengan seorang wanita, Kuroki Michi (Mina Fujii), dan ia menceritakan tentang kisah hidupnya yang terombang-ambing. Gelembung sabun seperti merefleksikan hidup Izumi yang terbuang (oleh orangtuanya), ditiup angin, dan entah kemana ia akan pergi dan tinggal.
Nilai: 3.8/5