Lampu panggung satu per satu dimatikan. Cahaya mulai redup. Pertunjukan telah dimulai. Salah satu lampu menyorot pemakai topeng biru muda, berbulu indah di bagian matanya dengan sedikit glitter yang membuatnya tampak bercahaya keluar mengisi adegan pertama. Ia berjalan lenggak lenggok menunjukkan kecantikannya dengan topeng dan kostum indah memukau. Ia sangat percaya diri atas dirinya yang terlihat cantik dan sempurna. Ia terlihat sangat menghayati perannya dengan topeng itu.
Topeng hitam berwajah menyeramkan keluar mengisi panggung untuk adegan berikutnya. Ia melakukan gerak tubuh yang menunjukkan kebengisan dan kegelapan lengkap dengan propertinya.
Kemudian cahaya lampu menyorot pada topeng putih yang tampak bersih dan suci.
Pada akhir adegan, mereka bertiga berkumpul dalam satu panggung. Mereka membuat suatu dialog, dialog yang tak jelas kemana arahnya dan inti ceritanya.
Mereka bercakap-cakap dengan bahasa literasi yang lugas seolah mereka sedang menyampaikan suatu pesan kehidupan. Penonton hanya mendengarkan dan melihat topeng-topeng dalam pertunjukkan itu, hanya suara kata-kata dalam topeng.
Para pemakai topeng itu hanya menghafal dialog dan berusaha memainkan peran topengnya dengan baik dengan gerak tubuh yang gemulai seolah penuh makna di atas panggung di depan para penonton.
Lampu-lampu mulai dinyalakan. Pertunjukkan telah usai.
Di luar panggung topeng-topeng telah dilepas. Tanpa topeng-topeng itu mereka diam, tak ada gerak tubuh, dan kosong. Pesan-pesan yang mereka sampaikan pada setiap pertunjukkan tak tersampaikan dengan baik pada diri mereka sendiri. Mereka tak bisa menghidupkan pesan cerita di atas panggung kehidupan nyata sehidup pesan peran yang mereka mainkan di atas panggung pertunjukkan.
Kau tahu, itu karena mereka hanya pemain bertopeng. Mereka hanya menikmati hidup dan diri mereka dalam sebuah topeng.